Featured Post

Antara Aku , Freya , Dan Jimat ( Segitiga Di kamboja )

Antara Aku , Freya , Dan Jimat ( Segitiga Di kamboja ) Perkenalkan namaku Temon , Aku adalah perantau yang mencari uang di negeri orang ...

Senin, 10 Desember 2018

Mengenang Legenda: Didier Drogba, Sang Raja!!


VIABOLA - "Kami tidak butuh pemilihan untuk mencari tahu jawabannya. Drogba lebih besar dari presiden. Drogba adalah Pantai Gading," ucap Kouassi Augustin, pemimpin daerah yang bernama Drogbakro, salah satu wilayah di Pantai Gading pada tahun 2015 silam.

Pernyataan itu memang tak main-main. Bagi mereka rakyat Pantai Gading, sosok Drogba adalah seperti panutan tersendiri. Kerja keras Drogba selama bertahun-tahun untuk menjadi ‘Sang Raja’ di London bersama Chelsea menuai hasilnya pada 2012 silam. Drogba adalah etos kerja.

Satu hal penting yang diingat dari Drogba untuk Pantai Gading bukanlah perihal sepakbola melulu. Drogba jauh lebih besar dari itu. Penyerang klinis di masanya ini terlibat dalam upaya perdamaian pernag sipil yang terjadi di kampung halamannya tersebut. Ya, perang sipil sesama saudara Pantai Gading. Ketokohan Drogba bahkan mampu mengintervensi pemerintah agar melakukan perdamaian dan gencatan senjata.

"Warga Pantai Gading dari utara, selatan, tengah, dan barat. Kami berlutut memohon kepada kalian untuk saling memaafkan. Negeri besar seperti Pantai Gading tidak bisa terus-menerus karam dalam kekacauan. Letakkan senjata kalian dan lakukan pemilihan umum," ungkapnya sambil berlutut dihadapan kamera TV pasca memastikan satu tempat di Piala Dunia 2006 silam.

Drogba bukan tanpa alasan. Negara yang ia cintai sedari kecilnya sudah tak seperti yang ia kenali lagi. Darah dimana-mana, misil saling beterbangan dan tempat ia bermain masa kecilnya berubah senyap dan diselimuti ketakutan. Drogba berkata, “Saya meninggalkan Pantai Gading dengan citra sebagai negara yang memiliki pemandangan indah, jalan-jalan yang indah, lingkungan hijau, dan semua masyarakat bahagia. Dan ketika saya datang kembali beberapa tahun kemudian, saya melihat perubahan drastis. Pada saat itulah saya mulai bertanya kepada diri saya sendiri," dilansir dari laman VIA.NEWS


"Sesungguhnya, kami ingin semua itu berhenti. Ketika Anda memainkan pertandingan sepak bola dan Anda dikelilingi oleh peluncur misil roket... Oke, saya bisa menerima itu untuk keamanan presiden. Tetapi, Anda bermain dengan peluncur roket di mana-mana. Kami ingin bermain dengan suasana lebih tenang lagi. Jadi, setelah pertandingan (kualifikasi Piala Dunia 2006), kami gembira, dan seseorang berbisik di telinga saya, itu adalah waktu yang tepat untuk menyampaikan pesan. Kemudian kami hanya berimprovisasi," lanjutnya.

Lika-liku karier Drogba di dalam dan luar lapangan memang patut disanjung. Saat ia ditebus oleh Chelsea-nya Jose Mourinho pada 2004 silam dengan angka £24 juta (termahal dalam sejarah klub saat itu), banyak orang yang bertanya-tanya siapa sebetulnya pemain ini. Le Mans, Guingamp, dan Marseille adalah batu loncatan Drogba sebelum benar-benar jadi raja di Chelsea saat itu.

Hasrat Abramovic mungkin akan tertunda lebih lama jika Drogba hengkang lebih cepat pada medio 2006/07 lalu. Beruntung, Frank Lampard meyakinkan Didy, sapaan akrab Drogba, untuk tetap bertahan di London. Baik Frankie, Didy, Petr Cech dan John Terry adalah empat pilar pembangunan ‘orde reformasi’ era kepemilikan Abramovic.


Selain itu juga, tak banyak yang tahu bahwa sebetulnya Drogba sempat frustrasi di tengah-tengah laga final Liga Champions 2012 pasca Chelsea kebobolan oleh Thomas Muller di menit ke-83. “Ketika saya meletakkan bola di titik tengah lapangan, saya sempat berkata ‘oh, tidak, tidak, tidak’. Namun Juan Mata adalah orang yang meyakinkan dan mendorong semangat saya. ‘Anda harus percaya, Didier. Anda harus percaya!’ ucap Juan,” tulis Drogba dalam otobiografinya, Commitment: My Authobography Didier Drogba.

Dan seperti yang kalian tahu, Drogba berhasil menciptakan gol di penghujung waktu normal lewat sundulannya hasil assist Juan Mata dan memaksa laga diperpanjang setengah jam lagi sat itu.

Kebanyakan orang mungkin hanya mengira peran Drogba di final tersebut hanya sebatas penyeimbang skor dan pencetak penalti kemenangan di babak tos-tosan. Namun siapa sangka juga jika Drogba ikut memengaruhi pikiran Arjen Robben saat Bayern mendapatkan hadiah penalti di babak perpanjangan waktu tersebut.


“Arjen, kamu adalah (mantan) pemain Chelsea, kamu tak bisa melakukan (gol penalti) ini! Jangan lakukan! Bagaimanapun, toh kita akan tahu ke mana kamu akan menendang,” kenang Drogba saat ia mengintimidasi Robben.

“Ajaibnya, intimidasi saya berhasil,” kenang Drogba di bukunya seperti dilansir laman Sportkeeda. “Kita mampu masuk ke dalam pikirannya, dan ternyata tendangan penalti dia cukup lemah, bahkan lebih lemah dari biasanya, sehingga Petr Cech mampu menyelamatkan penalti Arjen tersebut.”

"Dia (Mou) mengubah hidup saya, dia mengubah kisah keluarga saya. Dia bilang ke saya dulu, kalau Anda mau jadi yang terbaik, Anda harus datang dan bermain dengan salah satu tim terbaik di dunia dan salah satu manajer terbaik di dunia... Tidak-tidak, manajer terbaik di dunia."

"Semua orang dulu bilang £24 juta adalah uang yang banyak. Orang-orang ragu dengan saya. Ketika saya pergi, saya pikir dengan cara semua orang bereaksi, saya rasa saya membayar investasi itu," ucap Drogba.


Kini sang Raja dari Pantai Gading tersebut telah turun tahta dari singgasana sepakbolanya. Pada 21 November 2018 silam, ia mengumumkan berita pensiun dirinya di sosial media sekaligus menyampaikan kalimat perpisahan. "Setelah 20 tahun, saya memutuskan untuk mengakhiri karir saya sebagai pesepak bola. Ini adalah cara terbaik untuk mengakhirinya, dengan membantu beberapa talenta muda untuk berkembang. Untuk memberikan sesuatu sebagai balasan terhadap olahraga ini adalah cara terbaik untuk pensiun sebagaimana yang sudah saya pelajari.”

John Terry, rekan sekaligus mantan kapten Chelsea ini pun tak luput memberikan ucapan perpisahan. "Didier Drogba adalah raja. Selamat atas pensiunmu, teman! Saya sangat senang dan merasa terhormat bermain dan berlatih bersamamu selama 11 tahun. Kami sangat beruntung memilikimu di Chelsea. Mentalitasnya untuk selalu meraih kemenangan menular ke pemain lainnya.”

Layaknya pemain besar lain, ia juga memiliki yayasan khusus untuk membantu negaranya dan negara-negara lain di Afrika. Kini ia menyibukkan diri dengan hal tersebut di luar lapangan hijau dan juga dilaporkan telah memiliki beberapa saham di salah satu klub kompetisi United Soccer League (dibawah MLS) yang bernama Phoenix Rising.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar